Stress
? Kata stress sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi,
banyak orang yang hanya menyebutkannya saja tanpa mengetahui arti yang
sebenarnya tentang “stress”.
Sebagian besar peneliti menggunakan
istilah “stress” untuk menunjukkan respon emosional yang ditunjukkan individu
dalam situasi yang tidak menyenangkan, ketika individu tersebut memaknai suatu
peristiwa sebagai sesuatu yang menimbulkan ancaman. Reaksi emosional ini
meliputi meningkatnya rangsangan fisiologis yang terjadi karena meningkatnya
reaksi saraf simpatetik.
Stressor adalah peristiwa itu
sendiri yang juga dapat disebut dengan peristiwa kehidupan yang dapat
menimbulkan “stress”. Ketika seseorang mengalami stress, maka ia mencoba untuk
mengurangi perasaan yang tidak menyenangkan. Usaha untuk mengurangi stress
disebut Coping. Faktor lain dari persamaan pikiran dan tubuh adalah
bagaimana usaha seseorang dalam mengurangi sensasi stress melalui coping.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan coping, yang bermanfaat adalah
membedakan antara coping yang berfokus pada masalah dan coping yang berfokus pada emosi.
Pada coping yang berfokus pada
masalah, individu mengurangi stress dengan cara mengubah faktor apapun yang
menimbulkan stress. Individu mungkin membuat rencana alternatif atau menemukan
cara yang baru dan lebih baik untuk memperbaiki situasi. Jika coping yang
berfokus pada emosi, seseorang tidak mengubah apapun dari situasi tersebut,
tetapi mencoba untuk mengubah perasaannya mengenai situasi tersebut. “Berpikir
positif” merupakan salah satu cara coping yang berfokus pada emosi yang
digunakan oleh setiap individu untuk membuat diri mereka merasa lebih baik
ketika berada dalam kondisi stress.
Menghindari masalah merupakan strategi
coping yang berfokus pada emosi lainnya. Cara coping ini memiliki kesamaan
dengan mekanisme pertahanan diri yang disebut penghindaran, ketika individu
menolak untuk mengakui adanya masalah atau kesulitan.
Semakin orang bertambah tua, mereka
memiliki kemampuan yang baik untuk memilih strategi coping yang lebih tepat.
Pada orang dewasa yang lebih tua, mereka dapat mengendalikan impuls, dan
menggunakan keyakinan mereka sebagi strategi coping.
Strategi coping dapat memainkan peran
penting yang dapat menentukan apakah individu akan mengalami permasalahan
kesehatan atau tidak. Seseorang yang dapat mengatasi stress secara efektif akan
mengalami konsekuensi negatif dari stress yang lebih sedikit.
Peristiwa yang menimbulkan stress
dapat menimbulkan serangkaian reaksi dalam tubuh yang dapat menurunkan daya
tahan terhadap penyakit. Reaksi ini juga dapat memperburuk simtom gangguan
fisik yang kronis yang terjadi karena dipengaruhi oleh stress. Salah satu
penjelasan mengenai hubungan ini adalah bahwa stress menstimulasi hormon yang
diatur oleh hipotalamus dan hormon yang menurunkan aktivitas sistem imun.
Hubungan antara stress dan kesehatan
memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Orang yang berada dalam kondisi
stress cenderung mengabaikan kebiasaan kesehatan yang baik, mungkin individu
akan merokok lebih banyak, lebih sering mengonsumsi alkohol, makan makanan yang
sedikit nutrisi, dan tidur dengan waktu yang sedikit. Beberapa orang dalam
keadaan stress berusaha mencari intimasi seksual, mungkin dengan seks yang
tidak memilih-milih pasangan dan kurangnya perhatian dalam melakukan hubungan
seks yang aman.
Stress juga
dapat terbagi menjadi beberapa golongan, seperti di bawah ini :
Gangguan Stress Akut dan Gangguan
Stress Pasca Trauma
Pengalaman
traumatis adalah peristiwa yang mendatangkan peristiwa
yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis yang berat.
Peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam kecelakaan
yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa bencana yang mengancam
hidup.
Beberapa
individu kemudian mengembangkan gangguan
stress akut setelah mengalami peristiwa traumatis. Dalam kondisi ini,
individu mengembangkan perasaan ketakutan yang kuat, tidak berdaya, atau
kengerian. Simtom disosiatif mungkin saja muncul, seperti merasa mati rasa,
merasa peristiwa tersebut tidak nyata, atau impersonal dan mengalami amnesia
dari peristiwa yang telah terjadi. Mereka mudah marah dan sangat waspada,
mungkin juga mudah terganggu dengan suara atau gangguan kecil. Kemudian mereka
mengembangkan gangguan stress pasca
trauma (PTSD), diagnosis yang diberikan jika simtom tetap ada selama lebih
dari satu bulan.
Karakteristik Gangguan Stress
Pasca Trauma
Simtom PTSD dapat dibagi ke dalam dua
klasifikasi yang saling berhubungan. Pertama,
“gangguan dan penghindaran”, mencakup pikiran yang mengganggu, mimpi yang
berulang, kilas balik, hiperaktivitas terhadap isyarat yang berhubungan dengan
trauma, dan menghindari pikiran, atau hal-hal yang dapat mengingatkan terhadap
trauma. Kedua, “hyperarousal dan
mati rasa”, mencakup simtom yang melibatkan perasaan memisahkan diri, hilangnya
minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari, gangguan tidur, mudah marah, dan
perasaan dapat menggambarkan perspektif masa depan. Oleh karena itu, pikiran
yang mengganggu dapat mengingatkan terhadap peristiwa tertentu dan hyperarousal mengakibatkan respons mati rasa.
Treatmen Gangguan Stress Pasca
Trauma
Perspektif
Biologis, peranan biologis para peneliti telah
memformulasikan teori bahwa sekali pengalaman traumatis terjadi, bagian sistem
saraf individu menjadi sangat sensitif terhadap kemungkinan terjadinya bahaya
di masa depan. Ketika individu pertama kali mencari bantuan terkait dengan
munculnya gejala PTSD, para klinisi mempertimbangkan pengobatan sebagai cara
pertama untuk mempertahankan diri dari penyebab munculnya gejala tersebut. Bagi
mereka yang mengalami iritabilitas, agresi, impulsif, atau ingatan mundur dapat
mengonsumsi anticonvulsants.
Perspektif
Psikologis, treatmen psikologis yang paling efektif
bagi penderita PTSD melibatkan suatu kombinasi dari teknik “menutup” dan “tidak
menutup”. Teknik menutup, seperti
terapi suportif dan manajemen stress, membantu klien mengemas rasa sakit yang
disebabkan oleh trauma. Teknik tidak
menutup termasuk pengungkapan trauma, meliputi treatmen perilaku dengan
cara imaginal flooding dan desensitisasi sistemik. Menghadapkan seorang
penderita PTSD dengan tanda-tanda yang membangkitkan kenangan terhadap kejadian
traumatis pada tingkat tertentu atau pada suatu situasi ketika individu
diajarkan untuk santai, dapat memecahkan reaksi kecemasan terkondisi.
Memanajemeni Stress
Memanajemeni
stress berarti berusaha mencegah timbulnya stress, meningkatkan ambang stress
dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stress. Adapun tujuan
memanajemeni stress adalah untuk mencegah berkembangnya stress jangka pendek
menjadi stress jangka panjang atau stress kronis.
Stress
adalah bagian dari kehidupan manusia, yang perlu kita lakukan adalah dapat
dipertahankannya stress yang positif konstruktif dan dicegah serta diatasi
stress yang kronis, yang bersifat negatif destruktif. Reaksi yang kita lakukan
dalam menghadapi stress adalah “flight or fight”, “melarikan diri”. Melarikan
diri dari situasi stress secara psikologis adalah melarikan diri dari dunia
nyata ke dalam dunia khayal, mencoba melupakan situasi yang penuh stress yang
menimbulkan frustasi.
Teknik Penenangan Pikiran
Teknik penenangan pikiran memiliki tujuan untuk mengurangi kegiatan
pikiran, yaitu proses berpikir dalam bentuk merencana, mengingat, berkhayal,
menalar yang secara berkesinambungan kita lakukan dalam keadaan bangun atau
dalam keadaan sadar. Jika kita berhasil mengurangi kegiatan pikiran, maka rasa
cemas dan khawatir akan berkurang, kesigapan umum untuk beraksi akan berkurang,
sehingga pikiran menjadi tenang dan stress pun berkurang.
Teknik yang digunakan dalam penenangan
pikiran adalah :
1. Meditasi
Konsentrasi adalah aspek utama dari
teknik-teknik meditasi. Dengan konsentrasi kita berusaha mengendalikan kegiatan
berpikir, mengendalikan kecenderungan pikiran kita untuk melamun, untuk
berpindah dari gagasan satu ke gagasan yang lain. Untuk memudahkan kita ketika
berkonsentrasi yang perlu kita lakukan ialah memusatkan pikiran pada satu hal, satu kata, satu ungkapan yang
kita ulang terus menerus selama waktu tertentu.
Meditasi
menyebabkan adanya relaksasi fisik. Pada saat yang sama meditator mengendalikan
secara penuh penghayatannya dan mengendalikan emosi, perasaan dan ingatan.
Pikiran menjadi tenang, badan berada dalam keseimbangan.
2.
Pelatihan Relaksasi Autogenik
Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang
ditimbulkan sendiri. Teknik ini berpusat pada gambaran-gambaran berperasaan
tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan, sehingga timbulnya kenangan
tentang peristiwa yang akan menimbulkan pula penghayatan dari gambaran perasaan
yang sama.
Pelatihan
relaksasi autogenik berusaha mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan
peristiwa yang menimbulkan ketegangan, sehingga badan kita terkondisi untuk
memberikan penghayatan yang tetap menenangkan meskipun menghadapi peristiwa
yang sebelumnya menimbulkan ketegangan.
3.
Pelatihan Relaksasi Neuromuscular
Pelatihan relaksasi neuromuscular adalah
satu program yang terdiri dari latihan-latihan sistematis yang melatih otot dan
komponen-komponen saraf yang mengendalikan aktivitas otot.
Individu
diajari untuk secara sadar mampu merelaksasikan otot sesuai dengan kemauannya
setiap saat. Untuk itu perlu dikembangkan kesadaran perasaan pikiran tentang
bagaimana rasa relaks adn mempelajari bagaimana perbedaanya jika sedang tegang.
4.
Teknik Penenangan Melalui
Aktivitas Fisik
Teknik
penenangan melalui aktivitas fisik bertujuan
untuk menghamburkan atau untuk menggunakan sampai habis hasil-hasil stress
yang diproduksi oleh ketakutan dan ancaman, atau mengubah sistem hormon dan saraf
kita ke dalam sikap mempertahankan. Manfaat lain dari teknik penenangan fisik
adalah untuk menurunkan reaktivitas kita terhadap stress di masa depan dengan
cara mengondisikan relaksasi.
Aktivitas
fisik memiliki sifat preventif (penghindaran). Selama melakukan aktivitas fisik
seluruh sistem badan dirangsang untuk beraksi, bergerak. Setelah kegiatan,
sistem-sistemnya memantul dengan cara makin melambat, dengan demikian mendorong
ke relaksasi dan ketenangan.
SUMBER :
Whitbourne,Halgin.(2010).Psikologi Abnormal.Jakarta:Salemba
Humanika.
Munandar,Ashar Sunyoto.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta:Universitas
Indonesia